Minggu, 06 Desember 2009

Kisah yang mengharukan

Entah apa yang membuatku bersemangat untuk menulis kisah ini. Sebuah cerita yang sangat indah, memukau dan patut menjadi pegangan.
Walaupun orang-orang liberal mengatakan kisah ini hanyalah budaya masa lalu, namun bagiku penuh dengan makna. Tak perlu berlama-lama.

“ Dalam sebuah peperangan yang dilakukan umat muslim, tertinggallah 3 orang sahabat Nabi dalam peperangan tersebut. Mereka termasuk golongan assabiqunal Awwalun (orang-orang yang pertama masuk Islam). Bukan karena syak atau ragu (keimanannya), mereka telah melewati ujian dengan baik di dalam islam. Menyingkir dalam peperangan bukanlah watak mereka, bahkan 2 diantaranya pernah ikut perang Badar,yaitu sebuah pertempuran sengit yang menjadi penentu nasib islam dan dakwahnya, serta nasib manusia secara maknawi. Sebuah peristiwa di mana Rosululloh berlinang air mata memohon dalam doanya kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri kepada Allah,hingga terucaplah dari lisan beliau:” Ya Allah jika golongan ini binasa, maka Engkau tidak akan disembah lagi dimuka bumi, Ya allah laksanakanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah kami memohon pertolongan-Mu”. Perang yang maha dasyat.
Ketidaksiapan dan menunda-nunda suatu urusan membuat mereka tertinggal dalam peperangan. Allah telah menguji iman mereka bertiga: seberapa besar kecintaan mereka kepada Rosul, kesetiaan mereka kepada Islam, ketetapan hati mereka dalam keadaan senang maupun sengsara. Mereka diuji dengan ujian yang sedikit dibicarakan dalam sejarah manusia, yang ditegakkan atas sendi-sendi iman, aqidah, cinta, dan kasih sayang.
Mereka membenarkan Rosul disaat orang-orang mendustakan, munafik dan berlepas diri. Mereka membela islam dan Rosulnya. Namun entah mengapa mereka lalai dan tertinggla dalam perang tersebut????
Hingga hukuman ditimpakan kepada mereka, Rosululloh melarang seluruh kaum muslimin yang ikut berperang untuk berbicara kepada mereka, semua orang muslim yang mendengar dan TAAT, orang-orang muslim menjauhi dan mwngucilkan mereka. Bumi terasa terbalik bagi mereka, seperti tidak ada yang mereka kenal. Hal ini mereka lalui selama lima puluh malam. Dua diantaranya tak kuat menahannya, dan tersedu-sedu dirumah mereka masing-masing. Satu diantaranya masih bisa bepergian, namun sedih tergambar saat saudaranya sendiri mengacukannya. Tak henti disitu, istri-istri yang selama ini menemani pun tak boleh bercengkrama dengan mereka, sungguh tersiksa dan sedih terasa bagi mereka.
Inilah saat-saat yang mengagumkan.....
Disaat masa yang sulit mereka lalui, datanglah surat dari seorang raja Ghassan berkhutbah menyatakan simpati dan menawarkan posisi penting bagi mereka. Namun sungguh mulia akhlak mereka, disaat kondisi menjepit, sanak saudara tak ada yang peduli, istri-istri tak boleh melayani dan seorang raja menawarkan semuanya. Disaat itulah tergambar akhlak mereka, dengan tegas dan tersulutnya ghirah-nya, mereka murka terhadap raja. Sungguh sahdunya, karena bukan itu yang mereka inginkan disini, bukan harta, jabatan, ataupun kekuasaan.
Hukuman bukan membuat mereka lari dan berkhianat, bukan membuat mereka menyerah dan pasrah, namun membuat mereka teguh dan sabar menerima ujiannya, mereka tunjukkan sebagai seorang ksatria di antara musuh2 mereka, karena mereka sadar bahwa kebahagiaan kelak jauh lebih baik dari bahagia yang fana. Mereka adalah Ka’ab Bin Malik, Murarah Bin Rabi’, dan Hilal Bin Umayah.

Tidak ada komentar: